Selasa, 11 Oktober 2011

Rangkaian Bunga

Merangkai Bunga dalam Perayaan Liturgi



 
Liturgi adalah suatu kegiatan rohani-imani yang dilakukan secara bersama, resmi, dan simbolis. Ia bukan sekedar doa yang dilakukan secara bersama-sama, namun lebih merupakan suatu rangkaian ritual yang utuh, punya aturan, dan bermakna khusus. Sebagai suatu rangkaian ritual, liturgi tak terbebas dari unsur-unsur artistik simbolis, ada pula unsur-unsur fungsional semata. Unsur-unsur itu ada yang alami (api, air, dupa, tanaman), ada pula yang sengaja diciptakan untuk keperluan liturgis (busana, peranti, perabot)

Peran kesenian memang tak boleh diabaikan dalam liturgi. Seni diperlukan untuk bisa menyentuhkan misteri yang agung dalam liturgi itu pada hati kita. Seni digunakan untuk memberi wujud atau wajah bagi unsur-unsur simbolis agar dapat membantu pengungkapan misteri yang tak mudah terpahami akal budi itu. Semua unsur itu juga memerlukan peran aktif yang tepat dari para pelaku liturginya agar kehadiran unsur-unsur itu dalam perayaan liturgi sungguh berdaya dan berhasil guna. Hasil olah cipta kesenian dalam liturgi berinteraksi dengan setiap perayaan liturgi, setiap orang yang berpartisipasi didalam perayaan itu.

Salah satu bentuk unsur kesenian itu adalah rangkaian bunga. Yang pertama harus diperhatikan sekarang ini sebaiknya bukan bunga-bunganya, atau rangkaiannya,tapi siapa yang berkepentingan dengan itu. Maka, uraian berikut ini terutama ditujukan bagi para seniman-senawati perangkai bunga, atau siapa pun yang menaruh peduli pada seni tata puspa semacam ini. Kita perlu bertanya dulu tentang bagaimana sebaiknya para perangkai bunga harus bersikap dalam menghadapi tugas mulia berpartisi dalam liturgi, khususnya melalui talenta yang dimilikinya? Kita pun akan mengajak para perangkai bunga untuk lebih memahami peran Seni merangkai bunga itu sendiri dalam perayaan liturgis. 


Bunga Dalam Tata Ruang Litrugis
Ruang liturgis pada dasarnya adalah tempat untuk terselenggaranya perayaan liturgis. Beberapa unsur utama harus dipenuhi sehingga tempat itu menjadi pantas utuk perayaan liturgi yang bersifat kudus. Penataan ruang liturgis dapat diperkaya pula dengan berbagai unsur dekoratif. Lalu, dimana sebaiknya bunga-bunga itu ditempatkan dalam suatu ruang liturgis. 

Gedung Gereja adalah ruang liturgis, ruang permanen yang jelas peruntukannya.Namun, tempat lain pula dapat dibuat sebagai tempat ruang liturgis untuk sementara waktu. Memang, berliturgi tidak harus didalam gedung gereja, rumah ibadat, tapi juga bisa dirumah keluarga, lapangan, atau tempat lain yang pantas dan memenuhi syarat yang dituntut norma liturgi. Kita akan melihat pada dua jenis ruang liturgis itu, yang tetap (gereja)dan sementara (non gereja)

Gedung gereja dibagi menjadi dua bagiaan, bagian untuk imam dan para petugas pelayan seputar altar (panti imam atau ruang altar) dan bagian untuk umat yang berpartisipasi. Rangkaian bunga dan unsur dekoratif lainya dapat ditata dikedua bagian itu. Lazimnya hanya bagian dalam gereja yang dihiasi, meskipun dimungkinkan juga menghiasi bagian luar gereja.Yang sering kita lihat biasanya ruang imamlah yang lebih diberi perhatian, bukan hanya ruang imamlah yang dihiasi. Jika dekorator memiliki konsep utuh dalam menghiasi gedung gereja (baik interior maupun eksteriornya), sebaiknya tidak hanya memikirkan dekorasi untuk panti imam. 
Unsur-unsur perabot utama dalam gereja, khususnya untuk perayaan Ekaristi, adalah altar, ambo/mimbar,kursi imam. Unsur lain lain yang berkaitan misalnya tabernakel meja kredes, kursi pelayan altar, tempat lilin, salib, dsb.unsur-unsur itu ditata sesuai dengan norma liturgi. Rangkaian bunga dapat dibuat untuk ditempatkan di sekitar unsur-unsur itu. Prinsipnya, rangkaian bunga dan unsurnya dekoratif lainya jangan sampai mengaburkan keberatan dan makna unsur-unsur itu, apalagi unsur yang mengandung nilai simbolis penting seperti altar, ambo, Kursi imam dan tabernakel. Misalnya, bunga yang berjibun menghias altar, entah yang diletakan pada altar atau yang di depan altar, bisa melenyapkan penampilan altar sebagai meja perjamuan, yang sesungguhnya menjadi tempat utama bagi roti dan anggur, bahkan fungsi altar melambangkan diri Yesus sendiri. Dengan sungguh memahami makna dan fungsi altar maka perangkai bunga tidak akan bersikap ceroboh dengan asal merangkai atau menempatkan karyanya disekitar altar. 
Aturan-aturan untuk gedung gereja diatas berlaku juga untuk ruang liturgis non gereja. Ruang liturgis non-gereja dapat berupa tempat yang lebih kecil (rumah keluarga, Aula) atau lebih besar (lapangan, taman) dari pada gedung gereja. Maka pertimbangan-pertimbangan artistic dan fungsional tentunya harus diambil jika bungaakan dihadirkan sebagai unsur dekoratif untuk tata ruang liturgisnya, mengingat keterbatasan yang ada, atau kekurangan yang dimiliki tempat-tempat non-gereja itu. Perlu diingat pula bahwa dalam dan menghias kedua jenis tempat liturgis itu jangan sampai unsur-unsur dekoratifnya justru menggangu kelancaran perayaan liturgis atau membelokan fokus yang semestinya tearah pada misteri yang sedang dirayakan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mempersiapkan dekorasi untuk tata ruang liturgis. Hal mendasar yang harus dipahami adalah pengenalan akan umat. Seniman, decorator,perangkai bunga hendaknya berusaha menerjemahkan “siapa dirinya”dan dalam karyanya. Sebagai anggota Gereja setempat,ia merupakan reprensetasi diri umat. Karyanya adalah citra diri umatnya. Maka, idealnya ia cukup mengenal dulu karakter, keadaan dan harapan umat, yang ia sendiri adalah salah satu bagiannya.kemudian, beberapa butir petunjuk berikut ini dapat dicoba diikuti.Kami sajikan kini sebagai penuntun umum, dimana perangkai bunga menjadi bagian dari petugas dekorasi.

a. Pemahaman tentang makna dan norma liturgis dari setiap perayaan. Pengetahuan yang lebih mendalam sebaiknya ditimba dari sumber-sumber yang bisa diandalkan (buku, ahli liturgi,dsb). Pemahaman ini penting supaya dekorator dapat merancang tema dekorasinya secara utuh dan menyeluruh sesuai dengan kaidah liturgisnya.

b. Prinsip kesederhanaan yang anggun (Latin : nobilia simpliciter, Inggris: noble Simplicity). Prinsip yang ditawarkan untuk pembaharuan liturgi modern ini penting supaya rancangan dekorasi tetap sesuai dengan semangat umum liturgi modern. Kederhanaan yang anggun merupakan jalan tengah supaya kita tidak terlalu mewah –berlebihan atau pun terlalu sederhana murahan.setiap esktrem itu dalam tentu menghasilkan keindahan.Idealnya, meskipun rancangan dekorasi tampak sederhana, namun tetap mencitrakan keindahan yang anggun. Mungkin tidak begitu mudah menerapkannya.
c. Keadaan ruangan atau tempat untuk perayaan liturgis: keluasaan, warna, tata cahaya, perabot dan hiasan lain yang sudah permanen atau biasa ada (gambar, patung, tulisan). Pengetahuan tentang keadaan factual juga penting agar rancangan dekorasinya dapat selaras dengan keseluruhan konteks yang ada. Mungkin ada unsur yang perlu dipindahkan, digeser, diganti, ditambahan, dsb, yang anggun. Mungkin tidak begitu mudah menerapkannya.

d. Pilihan unsur dekoratif: bunga, daun, kain, lilin, dsb.langkah ini diambil setelah kita memetakan kebutuhan diatas (c) kita harus memilih unsur-unsur dekoratif apa yang diperlukan dan sesuai dengan kontes keseluruhan rancangan.

e. Konsultasi dan kerjasama antar pembuat unsure dekorasi. Hal ini sudah bisa dilakukan sebelum dan selama pelaksanaan kerja dekorasi ruang liturgi.Cara kerja yang saling mengisi dan mendukung akan terasa meringankan proses kerja itu sendiri .Semua decorator hendaknya tetap dijiwai semangat melayani liturgi, bukan hasrat untuk menonjolkan diri melalui karyanya. 

Warna-warna Liturgi
Yang dimaksud warna liturgi adalah warna yang dipakai sesuaikan dengan masa liturgi. Gereja mengenal 5 halaman liturgi, tetapi sekarang yang masih dipakai hanya 4 warna
1.    Warna Putih : Lambang dari kegembiraan dan kesucian. Dipakai pada pesta / hari raya Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria, Orang Kudus, Natal & Paskah
2.    Warna Merah : Lambang dari cinta kasih, api, darah, pengurbanan / kemenangan,& kekuatan Roh kudus Dipakai pada hari raya Minggu Palma, Jum’at Agung, Pentakosta, serta pesta para Martir
3.    Warna Hijau : Lambang dari harapan dan kesuburan. Dipakai pada misa biasa, antara lingkaran hari Ntal dan hari Paskah
4.    Warna ungu : Lambang dari tobat, Kesedihan dan keprihatinan. Dipakai pada masa advent,Prapaskah yang dimulai pada Rabu Abu, misa Arwah
5.    Warna Hitam : Lambang dari berkabung. Dipakai dalam upacara Arwah dan penguburan. Warna hitam ini sudah jarang dipakai lagi dan biasanya diganti dengan warna ungu
6.    Warna Ungu Dipakai sampai hari rabu sebelum Kamis Putih ,sedangkan pada hari Minggu Palma dipakai warna merah.

Setelah Minggu Palma kita memasuki Lingkaran Tri Hari Suci dimana pada hari-hari tersebut yang dipakai adalah warna putih. Selain itu, Warna putih juga dipakai pada pesta.:
1.    Kenaikan Yesus ke Surga
2.    Tri Tunggal Maha Kudus
3.    Tubuh dan Darah Kristus
4.    Hati Kudus Yesus (Jum’at Pertama dalam bulan)
5.    Natal